Halaman

Translate

Kamis, 23 Januari 2014

SODETAN CILIWUNG-CISADANE

Menurut J.J. Rizal, bahwa Sudetan Ciliwung-Cisadane sesungguhnya merupakan salah satu solusi banjir Jabodetabek dari hasil riset JICA pada tahun 1995. Kini wacana tersebut muncul kembali. Sebagian orang mengatakan wacana itu dumunculkan oleh gubernur DKI Jakarta, bersama Gubernur Jawa Barat Ahmat Heryawan serta staf dari Departemen Pekerjaan Umum.

Sebagian masyarakat dan pejabat Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang menolak wacana tersebut. Sebab hingga saat ini kali Cisadane juga kritis. Tetapi pada suatu malam, ketika salah satu Stasiun televisi mewancarai Wakil Gubernur Banten bersama Bupati Tangerang dan Kota Tangerang, mereka memberikan jawaban yang melunak. Mereka setuju sodetan, asal kali Cisadane dikeruk terlebih dahulu. Rano Karno berbicara demikian sambil menunjukkan endapan pasir didekat pintu Pasar Baru kali Cisadane.

Dari perbincangan itu terungkap, bahwa kali Cisadane merupakan tanggungjawab pemerintah pusat. Seandainya itu tanggungjawab Pemda Banten dan Kota Banten, maka anggarannya tidak cukup. Demikian ungkap Wakil Gubernur Banten.

Design sodetan adalah panjang kira-kira 1000 meter dengan lebar 2 meter dan kedalaman 8 meter. Sodetan itu berupa terowongan (deep tunnel) dibawah tanah yang dimulai dari Kelurahan Ranggamekar, Katulampa, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, sampai ke Kelurahan Sukasari, Cisadane, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten.

Sodetan dapat juga berfungsi sebagai pintu air. Artinya, dapat dibuka dan dapat ditutup. Pertanyaanya adalah kapan dibuka dan kapan ditutup? Dan apa indikatornya? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu kita mengetahui Daerah Aliran Sungai (DAS) masing-masing.

Secara administratif DAS Cisadane terletak di Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kotamadya Tangerang dengan luasan areal DAS Cisadane sebesar 151.808 ha. DAS Cisadane terbagi atas Sub-DAS yaitu Sub-DAS Cisadane Hulu, Ciapus, Ciampea, Cihideung, Cianten, Cikaniki, Cisadane Tengah dan Cisadane Hilir.

Sumber air DAS Cisadane berasal dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Taman Nasional Halimun Salak (TNGHS). Aliran sungai Cisadane mengalir sejauh 1.047 Km dari kawasan hulu hingga hilir. Aliran sungai ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang bermukim disekitar bantaran untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan pola pemanfaatan yang beragam. Berdasarkan topografinya, bagian hulu DAS Cisadane merupakan daerah berbukit dengan ketinggian mencapai 3.000 m dpl dan kemiringan lereng mencapai 40%. Sedangkan bagian hilir sampai bagian tengah merupakan daerah datar hingga bergelombang. DAS Cisadane bagian hulu yang meliputi Kabupaten Bogor dan sebagian Kota Bogor didominasi oleh penggunaan lahan berupa hutan, ladang, perkebunan, pemukiman dan lahankosong. Sedangkan di bagian tengah dan hilir, penggunaan lahan didominasi oleh pemukiman, ladang dan lahan kosong.

Semntara DAS kali Ciliwung adalah Berdasarkan wilayah administrasi, DAS Ciliwung (dari hulu sampai hilir) melingkupi Kab. Bogor, Kodya Bogor, Kodif Depok, dan Propinsi DKI Jakarta dengan deliniasi wilayah sebagai berikut : Bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Megamendung, Cisarua dan Ciawi dan sebagian kecil Kota Madya Bogor yaitu Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kota Bogor Selatan.

Dari keterangan diatas, jelas terlihat perbedaan DAS. Kali cisadane memiliki DAS yang paling panjang dan Bagian tengah DAS Ciliwung termasuk wilayah Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Sukaraja, Cibinong, Bojonggede dan Cimanggis. Kota Madya Bogor yaitu Kecamatan Kota Bogor Timur, Kota Bogor Tengah, Kota Bogor Utara, dan Tanah Sareal dan Kota Administratif Depok yaitu Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya dan Beji. Bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai termasuk wilayah administrasi pemerintahan Kota Madya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, lebih ke hilir dari Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Barat, Sungai Ciliwung ini melintasi wilayah Kota Madya Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

Jadi jelaslah bahwa DAS kedua kali berbeda. Artinya ada kemungkinan jika Cisadane penuh/banjir tetapi Ciliwung kering. Artinya hujan turun di Taman Nasional Pangrango dan Taman Nasional Halimun salak serta DAS lainnya. Sebaliknya ada kemungkinan Ciliwung banjir, dan Cisadane kering. Dalam kondisi demikian,maka sodetan sangat berfungsi.

Ketika Ciliwung banjir/penuh, maka air disodet ke Cisadane. Sebaliknya jika Cisadane penuh/banjir maka air disodet ke Ciliwung dan sebaliknya. Permasalahan terjadi ketika hujan turun merata disemua DAS. Baik DAS Ciliwung maupun DAS Cisadane. Dalam kondisi begini, sodetan tidak berfungsi.

Siapakah yang diuntungkan?

Pertanyaan ini sangat tergantung dari fakta dilapangan. Kali manakah yang lebih sering banjir? Kalau dari segi logika, maka yang paling diuntungkan adalah Tangerang. Ada dua alasan. Pertama, Kali Cisadane memiliki debit yang lebih besar. DAS lebih luas dan lebih panjang, dibandingkan dengan Ciliwung. Alasan kedua: Banjir Ciliwung di Jakarta cenderung menurun karena penanganan yang semakin baik, dan DAS nya cenderung stabil. Sebab sudah dari dulu berubah fungsi. Maka sekarang pemerintah dan masyarakat berusaha untuk mempertahankan yang ada sekarang atau lebih memperbaikinya. Sementara DAS Cisadane, ada potensi berubah fungsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar