Halaman

Translate

Kamis, 31 Januari 2013

Hukum Matematika

Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Itulah hukum air. Dimana saja dan kapan saja hukum itu akan berlaku. Hukum itulah yang dimanfaatkan oleh manusia dalam MEMBANTU kehidupannya. Air dimanfaatkan sebagai pengangkutan. Barang dari hulu dihanyutkan sehingga sampai di muara. Aliran air juga dapat dimanfaatkan untuk menumbuk padi atau membangkitkan listrik. Sekali lagi hukum dapat membantu atau meringankan beban manusia. Sebaliknya hukum air tersebut dapat juga menjadi beban manusia. Misalnya air yang terlalu banyak, bisa menjadi banjir dan merugikan manusia.

Demikian halnya dengan hukum matematika yang biasa kita gunakan dalam perhitungan seperti hukum asosiatif, komutatif dan distributif. Untuk apakah hukum itu digunakan? Apakah mempermudah atau mempersulit? Kalau mempersulit, sebaiknya jangan diterapkan terutama dalam soal ulangan siswa. Jangan sampai seperti hukum pasal 50 UU Nomor 20 Tahun 2003 yang diamandemen oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam penyusunan bahan pengajaran matematika, kita harus mampu bertindak sebagai Mahkamah Konstitusi.

Hukum Matematika /Aritmatika
Hukum Komutatif penjumlahan : a + b = b+ a
Hukum Komutatif perkalian : a x b = b x a
Hukum assosiatif penjumlahan : (a+b)+c = a+(b+c)
Hukum assosiatif perkalian ; (a x b) x c = a x ( b x c)
Hukum Distributif  terhadap penjumlahan: m x ( a + b) = (m x a) + (m x b)
Hukum distributif.terhadap pengurangan: m x ( a - b) = (m x a) - (m x b)


Contoh soal.
Penerapan hukum distributif yang paling tepat adalah:
a. 23 x 99 = 23 x (90 +9)
b. 23 x 99 =(20 + 3)x99
c. 23 x 99 =23 x (100-1)

Ketiga pilihan di atas sama-sama menerapkan hukum distributif. Ketiganya benar. Tetapi manakah yang paling membantu? Tentu jawabannya adalah c. Sebab perhitungan tersebut dapat dilanjutkan dengan mudah menjadi (23 x100) - (23 x1) = 2300-23= 2277.


Read More..

Perkalian Silang


Bentuk umum Persamaan Linier adalah ax + c = 0, dimana a merupakan koefisien, x merupakan variable dan c merupakan konstanta. Baik a, c maupun varable x biasanya elemen dari bilangan Real. Tujuan utamanya adalah mencari nilai x yang memenuhi persamaan yang kita sebut dengan Himpunan Penyelesaian. Ada dua aturan dasar yang digunakan. Aturan pertama, Persamaan akan seimbang ( sama atau senilai ) bila ruas kiri dan ruas kanan sama-sama ditambah atau dikurang dengan angka yang sama. Disebut juga dengan prinsip neraca. Untuk menimbang suatu barang, (barang digantung disebelah kiri), maka anak timbangan harus digantung disebelah kanan. Apabila barang belum naik atau belum seimbang, maka anak timbangan ditambah (atau diganti dengan anak timbangan yang lebih besar) disebelah kanan, demikian seterusnya sehingga seimbang.
Memang dengan menggunakan aturan ini, para siswa merasa keberatan. Mereka menginginkan pindah tempat. Kalau pindah tempat, maka tandanya harus berubah. Angka -4 di ruas kiri, kalau dipindahkan ke ruas kanan menjadi 4 atau sebaliknya. Itulah kebiasaan yang sudah diterima sejak Sekolah Dasar.
Aturan kedua, Persamaan akan seimbang ( sama atau senilai ) bila ruas kiri dan ruas kanan sama-sama dikali atau dibagi dengan angka yang sama. Misalnya persamaan 4x = 12. Bila kita terapkan aturan, menjadi 4x/4 =12/4 (ruas kiri dan ruas kanan sama-sama dibagi 4) maka didapat himpunan penyelesaian x = 3. Sementara siswa maunya x = 12/4 =3. Ketika ditanya aturannya apa? Siswa menjawab ya…. begitu dari sananya.
Kedua aturan di atas berlaku juga untuk Pertidaksamaan Linier. Untuk melengkapi aturan kedua perlu Aturan ketiga, Bila kedua ruas pertidaksamaan dikali atau dibagi dengan bilangan negative yang sama maka tanda < akan berubah menjadi tanda > atau sebaliknya. Aturan ketiga inilah yang sering dilupakan oleh siswa, sehingga merasa sudah menjawab benar, ternyata salah secuil.
Ketiga aturan tersebut berlaku untuk semua persamaan/pertidaksamaan linier, baik yang menyangkut pecahan. Justru aturan kedua mampu menyederhanakan persamaan. Misalnya persamaan 1/3.x = 2/3. Persamaan ini lebih sederhana kalau diterapkan aturan kedua, yaitu dengan mengalikan angka 3, menjadi x = 2. Tetapi siswa terpatri dengan frase perkalian silang. Mereka menerapkan perkalian silang menjadi 3x = 6, kemudian x = 6/3=2.
Tetapi perhatikanlah pertidaksamaan (x+2)/3 > (x-3)/-2. Kalau kita terapkan “perkalian silang” menjadi -2(x+2) > 3(x-3). Kemudian kita selesaikan perkalian menjadi -2x -4 > 3x -9. Terapkan aturan pertama menjadi -5x > -5. Kemudian gunakan aturan kedua dan ketiga menjadi x < 1.
Nah sekarang kita tidak menggunakan “perkalian silang” akan tetapi menerapkan aturan kedua dengan mengalikan ruas kiri dan kanan dengan angka 6 menjadi: 6.(x+2)/3>6.(x-3)/-2. Hasilnya menjadi 2.(x+2)>-3.(x-3) Terapkan aturan pertama sehingga menghasilkan 5x > 5, kemudian terapkan aturan kedua menjadi x > 1. Hasil akhir dari kedua cara sungguh berbeda 1800. Manakah yang benar? Mungkinkah keduanya benar?
Untuk mengetahui jawaban yang benar, kita harus menguji nilai. Kita uji nilai x yang lebih kecil dari 1 kepada pertidaksamaan awal. Misalnya kita menguji x = 0 menjadi 2/3 > -3/-2, adalah pernyataan yang bernilai salah. Artinya hasil akhir yang dihasilkan oleh “perkalian silang” tidak tepat. Semestinya harus benar untuk semua nilai x yang lebih kecil dari 1.
Sekarang kita uji untuk nilai x yang lebih besar dari 1, misalnya 2 menjadi 4/3 >-1/-2 adalah pernyataan yang bernilai benar. Artinya hasil yang kita dapat adalah benar, karena kita menerapkan aturan yang benar. Contoh pertidaksamaan di atas merupakan hasil protes seorang siswa yang mengerjakan dengan menggunakan aturan “perkalian silang”. Menghargai pendapat dan hasil karya siswa merupakan tindakan yang mulia, tetapi yang lebih mulia adalah meyakinkan kebenaran. Menerapkan aturan memang memerlukan waktu yang lebih lama. Menghitung cepat dengan mengabaikan aturan bisa berakibat fatal. Hitung cepat hanya dimungkinkan ketika waktu singkat seperti ujian terutama bentuk Pilihan Ganda. Hati-hatilah dengan perkalian silang
Read More..